Senin, 08 Desember 2008

BUDAYA SEBAGAI INSPIRASI KREATIF



Siapa yang tidak kenal istilah Bollywood? Kualitas sebagian film Bollywood tidak dengan kualitas film besutan Hollywood. Lalu, apa yang membuat Bollywood tampil berbeda dengan Hollywood? Apakah karena adanya musik aduhai yang selalu mengiringi setiap filmnya. Apakah karena ciri khasnya yang selalu menampilkan pusar pemain perempuannya? Apakah karena ada Shahrukh khan dan Amitabachan?
Jawabannya adalah budaya. Jika Hollywood menawarkan film dengan begitu banyak macam budaya, maka Bollywood selalu konsisten menawarkan film bernuansa budaya India yang sangat kental. Lalu bagaimana mungkin industri film lokal Bollywood bisa mendunia? Jawabannya adalah karena Bollywood dicintai oleh masyarakatnya sendiri. Terbukti bahwa kultur warisan budaya lokal tidak hanya dapat menjadi barrier di era modern saat ini, melainkan juga bisa berpotensi menjadi industri kreatif yang cukup menjanjikan.
Memang, pelestarian budaya sepenuhnya berada di tangan masyarakat itu sendiri. Jika masyarakat mencintai budaya mereka sendiri, maka budaya tersebut akan dapat bertahan meski diterjang oleh ombak modernisasi yang semakin kuat. Pertanyaannya, apakah kalian sudah mencintai budaya Indonesia, termasuk produk dalam negeri juga? Jangan salah ya, jika Honda bisa merajai penjualan kendaraan bermotor di Indonesia, Honda ternyata tidak bisa menjadi nomor 1 di India. Semua karena kecintaan penduduknya terhadap karya negerinya.
Contoh lainnya adalah Jepang. Jepang termasuk negara yang ngotot dalam melestarikan budayanya, termasuk bahasa Jepang, meski Jepang merupakan negara yang sangat modern di Asia. Selain itu, industri kreatif di Jepang berhasil mendunia melalui manga dan anime. Siapa yang tidak kenal Naruto, Doraemon, Shinchan, Gundam, Kamen Rider, Pokemon, Digimon, dan segudang karya kreatif lainnya. Setiap hari bermunculan anime dan manga baru seakan tak ada habisnya.
Nah, lalu apa yang harus kita lakukan? Apakah kita harus meniru Bollywood dengan memproduksi film musikal ala Roma Irama jaman dulu. Ataukah kita harus ikut-ikutan bikin komik ala manga style supaya laku di pasaran? Ah, tidak harus selalu begitu…
Ingat teman-teman, negara kita adalah negara yang sangat kaya akan budaya khas Indonesa, terbentang dari Sabang hingga Merauke. Tinggal bagaimana kreatifitas kita mengemas budaya kita sendiri supaya tampil menarik di era modern ini.
Kita harus paham bahwa arus budaya luar dengan mudahnya berasimilasi dengan budaya lokal Indonesia dan secara konsisten menggerus kebiasaan generasi muda Indonesia. Oleh karena itu, kita harus mulai menghadirkan kembali spirit budaya lokal dalam jiwa generasi muda saat ini. Mulailah dari diri sendiri dengan menggugah kemauan diri sendiri untuk lebih mengenal budaya Indonesia.

Manga (漫画) merupakan kata komik dalam bahasa Jepang; di luar Jepang, kata tersebut digunakan khusus untuk membicarakan tentang komik Jepang. Mangaka (漫画家) adalah orang yang menggambar manga.Format mangaMajalah-majalah manga di Jepang biasanya terdiri dari beberapa judul komik yang masing-masing mengisi sekitar 30-40 halaman majalah itu. Majalah-majalah tersebut sendiri biasanya mempunyai tebal berkisar antara 200 hingga 850 halaman. Jika sukses, sebuah judul manga bisa terbit hingga bertahun-tahun.Setelah beberapa lama, cerita-cerita dari majalah itu akan dikumpulkan dan dicetak dalam bentuk buku berukuran biasa, yang disebut tankōbon. Komik dalam bentuk ini biasanya dicetak di atas kertas berkualitas tinggi dan berguna buat orang-orang yang tidak atau malas membeli majalah-majalah manga yang terbit mingguan. Dari bentuk tankōbon inilah manga biasanya diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa lain di negara-negara lain seperti Indonesia.Manga yang khusus ditujukan untuk laki-laki disebut shonen sedangkan yang untuk perempuan disebut shojo.Dua penerbit manga terbesar di Jepang adalah Shogakukan (小学館) [1] dan Shueisha (集英社) [2].Manga di luar JepangManga telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa di negara-negara di luar Jepang termasuk China, Perancis, Italia, Malaysia, Indonesia dan lainnya.Karena bahasa Jepang biasanya ditulis dari kanan ke kiri, manga digambar dan ditulis seperti ini di Jepang. Namun ketika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, gambar dan halamannya dibalik sehingga dapat dibaca dari kiri ke kanan. Hal ini berlangsung selama beberapa tahun hingga sekitar tahun 2000-an ketika penerbit-penerbit manga di Indonesia mulai sadar bahwa proses pembalikan ini sebenarnya tidak diperlukan. Selain itu, beberapa penulis komik seperti Takehiko Inoue yang menciptakan komik Slam Dunk tidak setuju karya mereka diubah begitu saja dan minta agar karya mereka dibiarkan dalam format aslinya. Kini, manga-manga yang terbit di Indonesia biasanya sudah diterbitkan dalam format aslinya kecuali untuk beberapa judul yang telah mulai diterbitkan sebelum tahun 2000-an.Dua penerbit manga terbesar di Indonesia adalah Elex Media Komputindo dan m&c Comics yang merupakan bagian dari kelompok GramediaJenis mangaBanyak dari jenis-jenis ini juga berlaku untuk anime dan permainan komputer Jepang.Berdasarkan jenis pembacakodomo (子供) — untuk anak-anak. josei (女性) (atau redikomi) — wanita. seinen (青年) — pria. shōjo (少女) — remaja perempuan. shōnen (少年) — remaja lelaki. Kategori manga pornografisBiasanya disebut "hentai" (変態) dalam bahasa Inggris, meskipun istilah ecchi (H) lebih tepat.Softcore lolicon (perempuan muda) shota-con (laki-laki muda) yaoi (gay) yuri (lesbian) Hardcore ero-guro (erotic-grotesque) futanari (hermafrodit) kemono (hewan setengah manusia)

BUDAYA SEBAGAI INSPIRASI KREATIF

Siapa yang tidak kenal istilah Bollywood? Kualitas sebagian film Bollywood tidak dengan kualitas film besutan Hollywood. Lalu, apa yang membuat Bollywood tampil berbeda dengan Hollywood? Apakah karena adanya musik aduhai yang selalu mengiringi setiap filmnya. Apakah karena ciri khasnya yang selalu menampilkan pusar pemain perempuannya? Apakah karena ada Shahrukh khan dan Amitabachan?
Jawabannya adalah budaya. Jika Hollywood menawarkan film dengan begitu banyak macam budaya, maka Bollywood selalu konsisten menawarkan film bernuansa budaya India yang sangat kental. Lalu bagaimana mungkin industri film lokal Bollywood bisa mendunia? Jawabannya adalah karena Bollywood dicintai oleh masyarakatnya sendiri. Terbukti bahwa kultur warisan budaya lokal tidak hanya dapat menjadi barrier di era modern saat ini, melainkan juga bisa berpotensi menjadi industri kreatif yang cukup menjanjikan.
Memang, pelestarian budaya sepenuhnya berada di tangan masyarakat itu sendiri. Jika masyarakat mencintai budaya mereka sendiri, maka budaya tersebut akan dapat bertahan meski diterjang oleh ombak modernisasi yang semakin kuat. Pertanyaannya, apakah kalian sudah mencintai budaya Indonesia, termasuk produk dalam negeri juga? Jangan salah ya, jika Honda bisa merajai penjualan kendaraan bermotor di Indonesia, Honda ternyata tidak bisa menjadi nomor 1 di India. Semua karena kecintaan penduduknya terhadap karya negerinya.
Contoh lainnya adalah Jepang. Jepang termasuk negara yang ngotot dalam melestarikan budayanya, termasuk bahasa Jepang, meski Jepang merupakan negara yang sangat modern di Asia. Selain itu, industri kreatif di Jepang berhasil mendunia melalui manga dan anime. Siapa yang tidak kenal Naruto, Doraemon, Shinchan, Gundam, Kamen Rider, Pokemon, Digimon, dan segudang karya kreatif lainnya. Setiap hari bermunculan anime dan manga baru seakan tak ada habisnya.
Nah, lalu apa yang harus kita lakukan? Apakah kita harus meniru Bollywood dengan memproduksi film musikal ala Roma Irama jaman dulu. Ataukah kita harus ikut-ikutan bikin komik ala manga style supaya laku di pasaran? Ah, tidak harus selalu begitu…
Ingat teman-teman, negara kita adalah negara yang sangat kaya akan budaya khas Indonesa, terbentang dari Sabang hingga Merauke. Tinggal bagaimana kreatifitas kita mengemas budaya kita sendiri supaya tampil menarik di era modern ini.
Kita harus paham bahwa arus budaya luar dengan mudahnya berasimilasi dengan budaya lokal Indonesia dan secara konsisten menggerus kebiasaan generasi muda Indonesia. Oleh karena itu, kita harus mulai menghadirkan kembali spirit budaya lokal dalam jiwa generasi muda saat ini. Mulailah dari diri sendiri dengan menggugah kemauan diri sendiri untuk lebih mengenal budaya Indonesia.